Baru-baru ini, walikota Himeji di Prefektur Hyogo, Hideyasu Kiyomoto, menyatakan bahwa dia berencana untuk menaikkan harga tiket masuk ke Kastil Himeji bagi para wisatawan asing, jauh lebih mahal dibanding harga tiket masuk bagi wisatawan lokal.
Kastil Himeji sendiri merupakan kastil bersejarah yang ditetapkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO di Jepang. Kastil ini juga adalah salah satu dari banyaknya kastil di Jepang yang menjadi daya tarik wisata bagi para wisatawan.
Saat ini, tiket masuk ke Kastil Himeji dipukul rata sebesar ¥1000 (sekitar Rp103.722) untuk wisatawan asing dan lokal yang berusia di atas 18 tahun. Sementara anak sekolah di bawah 18 tahun harus membayar tiket masuk seharga ¥300 (sekitar Rp31.117).
Apabila rencana ini terlaksana, maka harga tiket masuk untuk wisatawan asing akan naik empat kali lipat menjadi lebih dari ¥4000 (sekitar Rp492.450) dan lebih dari ¥700 (sekitar Rp82.075) untuk wisatawan lokal.
Bukan hanya harga tiket masuk Kastil Himeji, kenaikan harga khusus untuk wisatawan asing ini juga sudah mulai berlaku di beberapa lokasi wisata lain di Jepang, terutama di berbagai restoran yang menjual makanan khas Jepang, seperti ramen, sushi, dan tempura.
Sebenarnya apa yang menjadi penyebab diterapkannya sistem perbedaan harga ini?
Dilatarbelakangi Tekanan Finansial
Melemahnya mata uang Yen (¥) memberikan tekanan pada daya beli masyarakat yang tinggal di Jepang. Hal ini berakibat juga pada naiknya harga berbagai kebutuhan pokok yang diperlukan untuk mempertahankan standar kualitas dan layanan yang tinggi.
Dengan diterapkannya perbedaan harga untuk wisatawan asing dan lokal, diharapkan dapat membantu pihak pengelola lokasi wisata dalam pengelolaan operasional serta memberikan pengalaman berwisata yang lebih baik lagi kepada para wisatawan.
Pro dan Kontra
Tentunya ada sisi yang pro dan kontra untuk penerapan sistem perbedaan harga ini.
Perbedaan harga untuk wisatawan asing dan lokal dikhawatirkan dapat “merusak” citra Jepang sebagai negara tujuan wisata yang ramah. Banyak juga yang berpendapat bahwa hal ini dapat membuat Jepang dianggap sebagai negara Xenophobia (ketidaksukaan terhadap orang dari negara lain) atau diskriminatif.
Sementara itu, di sisi lain juga orang-orang berpendapat bahwa kenaikan harga bagi wisatawan asing dapat membantu meningkatkan kualitas layanan serta operasional secara keseluruhan, sehingga menguntungkan semua wisatawan yang datang.
Dampak Terhadap Pariwisata
Kenaikan harga bagi wisatawan asing ini tentunya tidak akan terlalu dirasakan oleh mereka yang berasal dari negara dengan nilai tukar uang yang kuat terhadap Yen.
Akan tetapi, bagi wisatawan asing yang ingin berlibur ke Jepang dengan biaya terbatas, kenaikan harga ini tentunya akan sangat mempengaruhi rencana liburan mereka. Wisatawan tersebut bisa saja mempertimbangkan kembali rencana tersebut.
Namun di sisi lain, sistem perbedaan harga ini juga bisa menjadi salah satu solusi bagi Jepang dalam menangani situasi overturisme yang tengah melanda.
Diketahui pada tahun 2023 lalu, Jepang memecahkan rekor kunjungan wisatawan terbanyak, yakni lebih dari 25 juta wisatawan. Melimpahnya wisatawan asing ini cukup membebani kehidupan sehari-hari warga lokal setempat.
Seiring dengan penerapan sistem perbedaan harga di mana semakin banyak tempat wisata di Jepang yang mengaplikasikannya, diharapkan layanan dan operasional yang diberikan kepada wisatawan juga dapat menjadi semakin baik dan terus berkembang, sepadan dengan harga yang harus dibayar.